Asy-Syabab, atau masa muda, sebagaimana ungkapan Syaikh 'Atiyah Muhammad Salim diambil dari kata syabba-yasyubbu, artinya adalah tinggi. Kata ini bisa juga dipakai untuk mensifati api. Contohnya adalah: Syabbat an-naar, yang maknanya adalah api yang menjilat-jilat tinggi. Sehingga kata asy-syabab bisa diartikan sebagai kekuatan besar, menggelora, membara yang mengalir deras. (Syaikh 'Atiyah Muhammad Salim, Syarah Bulughul Maram).
Kaitannya dengan hal ini, maka ada yang menyatakan bahwasanya masa muda adalah separoh gila atau bagian dari gila. Ini adalah sebuah ungkapan yang sangat unik. Dikatakan begitu karena gelora masa muda itu terkadang bisa menghilangkan akal sehat sehingga tidak bisa berpikir rasional. Hal itu disebabkan oleh kecenderungan yang lebih terhadap keinginan diri serta didukung oleh keberanian mengambil suatu langkah tanpa memikirkan apa akibat yang akan terjadi nantinya. (Muhammad bin Yusuf asy-Syami, Subulul Huda war Rosyad, fi Siroti Khoiril 'Ibad)
Berani, bahkan nekad, itu salah satu efek gelora masa muda. Makanya ungkapan Jawa, "Bondo, bahu, piker, lek perlu sak nyawane" (Harta, raga, pikiran, kalau perlu mengorbankan nyawa) ini sangat tepat jika dipakai untuk menggambarkan keberanian dan semangat seorang pemuda.
Keberanian dan keinginan yang besar ini jika dialirkan dalam hal-hal yang positif tentu akan menjadi energi yang dahsyat. Misalnya digunakan dalam hal belajar, menuntut ilmu, beramal, beribadah dan bekerja. Tentu hasilnya luar biasa. Sebagaimana yang dilakukan oleh remaja-remaja berprestasi dan produktif pada masa sekarang atau remaja-remaja pada masa dahulu. Banyak kisah-kisah sejarah yang mencatat prestasi gemilang para remaja di masa lampau yang bisa kita ambil inspirasinya, yang insya Allah akan kita kupas nanti pada bab tersendiri.
Karena itulah masa muda adalah dambaan siapa saja. Seorang anak kecil, ketika bergaul ia ingin selalu dianggap telah dewasa. Bahkan salah satu kalimat yang paling tidak disukainya adalah ketika ada seseorang yang mengatakan kepadanya, "Kamu masih anak kemarin sore!". Ini salah satu contoh kecilnya saja. Ia ingin diperlakukan layaknya anak dewasa. Mereka berangan-angan, kalau nanti sudah besar aku ingin begini dan begitu. Aku ingin melakukan ini dan itu.
Demikian halnya dengan orang tua, ia juga ingin selalu dianggap masih muda. Penampilan dijaga. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mengecat rambutnya dengan warna hitam biar lebih terlihat segar. Ini juga salah satu contoh kecilnya saja. Merekapun juga berkhayal, andaikata masih muda aku akan begini dan begitu. Aku akan melakukan ini dan itu.
Ungkapan syair Abul 'Atahiyah ini barangkali cukup untuk menggambarkan itu:
Aku telah melepas masa mudaku yang indah
Sebagaimana gugurnya daun dari rantingnya
Seandainya masa muda itu datang kembali padaku
Akan kukabarkan padanya apa yang telah dilakukan hari tua
Sebuah ungkapan yang menarik, jujur dan memiliki makna yang mendalam. Sedang penyair yang lain mengatakan:
Jika aku kembali muda seperti dulu
Pasti aku laksana dahan kokoh
bercengkerama dengan hembusan angin
Tapi sudahlah menjadi ketentuan
bahwa yang telah berumur akan berkurang
Dimakan zaman yang terus berjalan dan berputar
Makanya, tidaklah ekstrem jika dikatakan bahwa masa muda adalah layaknya baju baru, sedang masa tua adalah seperti baju yang telah usang. Karena semakin bertambah usia seseorang menuju usia tua tentu ada sesuatu yang berkurang darinya. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
"Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya kami kembalikan dia kepada kejadian(nya)semula. Maka apakah mereka tidak memikirkan?" (QS. Yaasin: 56).
